Rabu, 07 Maret 2012

Ketika semua Hilang

Jika tubuhku dipreteli satu per satu maka yang ada hanyalah raga, kerangka, dan belulang yang tak lagi ada artinya. Tubuh ini terlalu kecil untuk menatap luas hamparan indah di depan mata.Betapa bodohnya aku ketika aku tak menyadari akan kekuranganku.

Satu tangan kiriku hilang. Maka aku masih bisa menulis setiap rangkaian kata indahku. Merangkum segala inspirasi dalam setiap imajinasi dengan jemari tangan kananku.

Satu kaki ku hilang. Maka aku masih bisa menapakkan sisa kakiku dan merasakan tekstur lembut kasarnya tanah-Mu ini. Aku masih bisa tersenyum dengan satu kakiku karena rasa syukur ini masih menyelimuti sudut hati yang teriris.

Satu telingaku mengalami gangguan. Maka yang ada hanyalah satu telinga yang bisa aku fungsikan. Tapi masih tetap aku tersenyum karena di setiap pagiku, aku masih bisa mendengar lagu terindah-Mu, kicauan burung kecil, jangkrik di malam hari, katak di kala hujan, desir halus tiupan angin. Aku bahagia walau dengan satu telinga ini.

Satu mataku hilang. Maka sebelah kehidupanku seperti gelap. Aku hanya bisa melihat sebelah mata. Tapi aku tidak pernah memandang buruk setiap apa yang tidak bisa aku lihat dengan mata sebelahku. karena aku menganggap sama. Satu atau dua mata. Aku masih bisa melihat indahnya pelangi.

Sekarang dalam raga ini hanya tinggal ada satu dari setiap organ tubuhku. Satu per satu menghilang. Dan aku harus bisa tetap menjalani hidup ini dengan segala keterbatasan yang aku miliki. 
Pagi ini aku kembali terbangun dalam tidurku. Untung saja masih bisa tidur dengan nyaman. Dan dengan keadaan yang seperti ini, aku kembali membayangkan.

Saat kaki ku yang tinggal satu ini hilang maka aku masih bisa mengamati dunia ini tanpa perlu aku kesana. Sekarang jaman modern. Aku masih bisa merasakan keadaan yang sama, menikmati keindahan alam lewat ceritaku, tulisanku, penglihatan mataku.

Saat mata ini hilang keduanya, maka tidak serta merta duniakupun hilang. Gelap memang tapi aku masih bisa mendengar apa yang aku dengar. Aku masih bisa menuangkan segala keindahan yang aku rasakan hanya dari satu pendengaranku.

Saat telingaku tak lagi berfungsi keduanya, maka imajinasiku lah yang akan bermain. Mencoba menyeimbangkan antara otak kanan dan otak kiri ku. memunculkan segala macam ide dan menuliskannya. Sejauh ini sangat mudah adalah berkhayal dan berimajinasi. Tapi untuk memuncukan sebuah ide yang kata orang "out of the box" itu ternyata tidak semudah apa yang selama ini aku imajinasikan. Modalku sekarang hanya ada hati, pikiran, dan tangan kananku. 

Saat tangan kanan ini hilang, apa yang terjadi? Selama ini aku hanya bermodalkan tangan untuk menuliskan semua keindahan yang aku nikmati.
Yah.. sekarang aku hanya punya hati dan pikiran. Perasaan ku mulai kacau. Aku sudah tidak bisa meneria keadaan yang seperti ini. Sementara otakku terus berpikir keras bagaimana cara agar aku masih bisa tetap hidup. Kadang logika mengalahkan perasaan. Semangat untuk hidup yang akan membuat aku mengamankan hati ini untuk menerima segala keadaan yang ada.
Aku mulai merindukan lagu Allah, kicauan burung-burung kecil, hamparan hijau bumiku, gelombang laut, desir pasir putih, apapun yang tidak bisa lagi aku rasakan, hanya bisa aku bayangkan. 
Otakku tidak mau lagi berpikir, mungkin terlalu lelah. Aku tetap seperti ini dan tidak ada yang berubah. Hati mulai resah, dan asa mulai menjauh. Otak dan pikiran tidak lagi selaras, Aku Putus Asa. 
Aku tidak akan mampu lagi menjalani kehidupan dalam keadaan seperti ini.

Aaaaaaaaarrrrrrrrrrrrgggggggggghhhhhhhhhhh..........

Biarlah teriakku memekakkan gendang teliangaku sendiri yang sudah tak berfungsi ini.

tetapi,

Aku sadar, ragaku masih utuh.
Pendengaranku masih bagus, kicauan burung kecilku terdengar merdu di telingaku.
Aku membuka mata dan bukan gelap, hanya ada hamparan hijau tanpa batas.
Warna warni di langit itu adalah pelangi.
Aku berdiri dari pangkuan bumi, dan aku berjalan.
Aku tersenyum geli ketika kerikil-kerikil kecil menggelitik kakiku.
Hingga akhirnya semua imajinasiku bermunculan dalam pikiranku.
Aku mulai merangkai kata dalam tulisanku.
Tulisan jemari kecil tangan kananku.

Hanya ucap syukur yang terus ku lantunkan dalam hati, atas keutuhan raga ini. Raga yang sangat istimewa dan sudah barang tentu seharusnya di manfaatkan.

Teruslah menulis, dengan imajinasi dan kekuatan kata dalam tanganmu.

Claket, 25 Februari 2012
@Pondok Pak Guru
Teaterholic V



Tidak ada komentar:

Posting Komentar